di lauhil mahfudz kita menjalin janji
janji suci dalam keabadian azali
saat ruhKu meminjamkannya
pada badanmu yang seadanya
alastu birabbika ..
balaa syahidnaa
demikian persaksianmu saat itu
sekarang Aku datang kepadamu dalam sosok
yang tak kau sangka dan tiada engkau mengira
hanya sedikit yang Kupinta
seteguk minum pelepas dahaga
sekepal nasi pengganjal perut hina
kalaupun engkau tak memiliki apa apa
cukuplah senyummu
sebagai obat penawar
lapar dan dahagaKu
Sunguh Aku tak menyangka
engkau benar benar lupa
akan jalinan janji kita
bukan nasi Kudapatkan
tiada air kau hidangkan
bahkan untuk sekedar tersenyum pun
engkau merasa berat ..
Aku diam saat kau tutup pintu secepat kilat
sambil berkata ; " maaf tak ada uang receh "
Aku sungguh sungguh kecewa
cintaKu bertepuk sebelah tangan
(nishfu sya'ban 060809)
----
dikutip dari sini
----
Puisi ini aku kutip dengan ijin yang sudah diberikan tentunya dari seorang teman. Mm .. menyentuh hatiku .. menggugah rasaku untuk sedikit menguraikan apa yang ada di fikiran.
Tak terasa bulan berjalan, hingga membawa kita kembali kepada Bulan Penuh Keajaiban. Ramadhan. Sebutir kebaikan, sebesar kebahagiaan yang dapat dibagi adalah keindahan yang dapat ditulis di bulan itu. Dimana kekasih kekasih Tuhan datang menguji keimanan, keihklasan dan kesabaran kita memulai hari.
Kadang keinginan untuk berbagi di bulan penuh berkah ini, selalu "diataskan" bagi sebagian orang yang masih diberikan kesempurnaan anggota tubuh oleh Tuhan. Masih diberikan kemampuan berfikir untuk bekerja dan berusaha. Mereka berusaha menampakkan diri mereka terlihat lebih memprihatinkan dari keadaan sebenarnya.
Pengamatan televisi pernah membahas soal ini. Terutama untuk anak anak yang disebar di satu lokasi tertentu dengan penampilan yang membuat kita trenyuh dan akhirnya ringan untuk membantu.
Belum lagi ketika kaki kaki yang sempurna diberikan, dicoletkan obat merah dan beberapa polesan yang ugh ... seakan luka itu baru saja terjadi, menganga dan meninggalkan gambaran yang tak sedap dipandang.
Atau anak anak muda yang dipapah oleh lelaki muda, dengan gambaran kakinya tinggal separuh, atau diamputasi. Padahal .. kakinya terselip dibalik celananya.
UPS ... susah juga membedakan antara yang papa dan yang berdiri dibalik kamuflase dan kebohongan yang menjanjikan pundi pundi ini.
Namun apapun peranan yang mereka mainkan, ada diantaranya yang benar benar membutuhkan dan sangat mengharapkan pertolongan kita dengan tangan tangan ikhlas, tanpa banyak mempertanyakan adakah ini real or fake.
Perlukah kita mempertanyakan kepada hati kecil, siapa siapa saja yang perlu dibantu dan yang tidak?
Tentu sebagian akan menjawab ya.
Yang papa, adalah yang lebih membutuhkan uluran tangan. Membutuhkan bantuan untuk menutup lapar dan dahaganya yang tertahan seharian atau beberapa hari sebelumnya. Sementara untuk bekerja, mungkin tak semua orang sudi mempergunakan jasanya karena keterbasan usia, dan kekurangan yang mungkin ia miliki.
Sementara yang masih memiliki kesempurnaan jiwa dan raga, masih dapat mengais rizki di hari hari lain. Selama ada kemauan, selama ada niat untuk bekerja apapun yang halal untuk keluarga, tentunya Tuhan akan membukakan jalan.
Namun sebagian orang akan menjawab tidak.
Selama kamu ikhlas, selama kamu memiliki kelebihan rizki, berikan itu tanpa pernah menoleh kembali apa yang sudah kamu berikan. Biarkan Tuhan mempertimbangkan segalanya ..
Hatimu hanya bertugas untuk membantu dan meng-ikhlaskannya.
Apapun itu, semua dikembalikan kepada masing masing individu yang memetik ilmu dari pengalaman hidupnya. Tak ada yang salah .. tak pula perlu diperdebatkan.
Hanya saja, bangsa ini berharap generasi penerus tidak dididik instant untuk mendapatkan rizki dengan jalan meminta tanpa berusaha. Apalah arti sebuah bangsa bila investasi gerenasi terlihat rapuh di awal pembinaan.
Kembali kepada yang papa dan membutuhkan. Mari kita persiapkan diri dan mental kita untuk merendah, untuk berbagi dan melihat sesama dengan posisi dan ukuran yang sama. Untuk merangkul bahu bahu yang lemah lagi tergetar oleh kekosongan yang mereka miliki. Untuk ketidaktauan akan masa depan yang mereka pajang secara terang terangan.
Kita semua sama ..
Kita semua tak berbeda .. tentunya karena kita milik Nya. Terlahir dengan cara yang sama dan menikmati pemberian Nya dengan cara yang sama pula. Hanya saja setiap orang memiliki perbedaan dalam memandang hidup dan syukur yang diberikan Nya.
Adakah kita mampu bersyukur, sebagaimana mereka mampu menjalani hari harinya yang tak pasti?
----
Puisi ini aku kutip dengan ijin yang sudah diberikan tentunya dari seorang teman. Mm .. menyentuh hatiku .. menggugah rasaku untuk sedikit menguraikan apa yang ada di fikiran.
Tak terasa bulan berjalan, hingga membawa kita kembali kepada Bulan Penuh Keajaiban. Ramadhan. Sebutir kebaikan, sebesar kebahagiaan yang dapat dibagi adalah keindahan yang dapat ditulis di bulan itu. Dimana kekasih kekasih Tuhan datang menguji keimanan, keihklasan dan kesabaran kita memulai hari.
Kadang keinginan untuk berbagi di bulan penuh berkah ini, selalu "diataskan" bagi sebagian orang yang masih diberikan kesempurnaan anggota tubuh oleh Tuhan. Masih diberikan kemampuan berfikir untuk bekerja dan berusaha. Mereka berusaha menampakkan diri mereka terlihat lebih memprihatinkan dari keadaan sebenarnya.
Pengamatan televisi pernah membahas soal ini. Terutama untuk anak anak yang disebar di satu lokasi tertentu dengan penampilan yang membuat kita trenyuh dan akhirnya ringan untuk membantu.
Belum lagi ketika kaki kaki yang sempurna diberikan, dicoletkan obat merah dan beberapa polesan yang ugh ... seakan luka itu baru saja terjadi, menganga dan meninggalkan gambaran yang tak sedap dipandang.
Atau anak anak muda yang dipapah oleh lelaki muda, dengan gambaran kakinya tinggal separuh, atau diamputasi. Padahal .. kakinya terselip dibalik celananya.
UPS ... susah juga membedakan antara yang papa dan yang berdiri dibalik kamuflase dan kebohongan yang menjanjikan pundi pundi ini.
Namun apapun peranan yang mereka mainkan, ada diantaranya yang benar benar membutuhkan dan sangat mengharapkan pertolongan kita dengan tangan tangan ikhlas, tanpa banyak mempertanyakan adakah ini real or fake.
Perlukah kita mempertanyakan kepada hati kecil, siapa siapa saja yang perlu dibantu dan yang tidak?
Tentu sebagian akan menjawab ya.
Yang papa, adalah yang lebih membutuhkan uluran tangan. Membutuhkan bantuan untuk menutup lapar dan dahaganya yang tertahan seharian atau beberapa hari sebelumnya. Sementara untuk bekerja, mungkin tak semua orang sudi mempergunakan jasanya karena keterbasan usia, dan kekurangan yang mungkin ia miliki.
Sementara yang masih memiliki kesempurnaan jiwa dan raga, masih dapat mengais rizki di hari hari lain. Selama ada kemauan, selama ada niat untuk bekerja apapun yang halal untuk keluarga, tentunya Tuhan akan membukakan jalan.
Namun sebagian orang akan menjawab tidak.
Selama kamu ikhlas, selama kamu memiliki kelebihan rizki, berikan itu tanpa pernah menoleh kembali apa yang sudah kamu berikan. Biarkan Tuhan mempertimbangkan segalanya ..
Hatimu hanya bertugas untuk membantu dan meng-ikhlaskannya.
Apapun itu, semua dikembalikan kepada masing masing individu yang memetik ilmu dari pengalaman hidupnya. Tak ada yang salah .. tak pula perlu diperdebatkan.
Hanya saja, bangsa ini berharap generasi penerus tidak dididik instant untuk mendapatkan rizki dengan jalan meminta tanpa berusaha. Apalah arti sebuah bangsa bila investasi gerenasi terlihat rapuh di awal pembinaan.
Kembali kepada yang papa dan membutuhkan. Mari kita persiapkan diri dan mental kita untuk merendah, untuk berbagi dan melihat sesama dengan posisi dan ukuran yang sama. Untuk merangkul bahu bahu yang lemah lagi tergetar oleh kekosongan yang mereka miliki. Untuk ketidaktauan akan masa depan yang mereka pajang secara terang terangan.
Kita semua sama ..
Kita semua tak berbeda .. tentunya karena kita milik Nya. Terlahir dengan cara yang sama dan menikmati pemberian Nya dengan cara yang sama pula. Hanya saja setiap orang memiliki perbedaan dalam memandang hidup dan syukur yang diberikan Nya.
Adakah kita mampu bersyukur, sebagaimana mereka mampu menjalani hari harinya yang tak pasti?
3 Fans Berat:
Ketika ada seorang peminta-minta datang kepada saya, saya akan menuruti apa kata hait ini, jika kata hati ini membisikkan "berikan sesuatu yang dia minta" maka aku akan memberi, namun jika hati ini berbicara sebaliknya itu pertanda saya sedang tidak ikhlas, jadi percuma saya memberi.
iya betul ya? jadi nilai keihklasan kita lah yang diuji ya ketika kita berbagi .. ^.^
Bener mbak.., untuk memberi yang penting niatnya. Percuma juga kalau memberi tapi tak ikhlas bukan ?
BTW.., puisi temannya mbak Kuyus bagus lho...
Posting Komentar