Gambar diambil di sini
Ternyata ribetnya urusan dunia, masih menjadi urusan manusia untuk bisa meluruskan. Wah kalau begini, bisa jadi tayangan sinetron nich atau film box office. He he ...
Di hari hari ketika aku sedang berusaha menanamkan satu kebaikan atas diriku, demi melupakan begitu banyak buah kekecewaan yang pernah kualami, aku menemukan bahwa sebuah kebaikan tak selalu mulus mendarat di landasan hati setiap orang.
Kemarin, aku menelpon seorang kerabat yang lebih senior. Sekedar menanyakan khabar dan aktivitasnya hari ini, merupakan satu hal yang akhir akhir ini sering kulakukan. Me-maintain hubungan silahturahmi sekaligus mendekatkan diri, dari semua kekhawatiran dan prasangka kelabu akibat kurangnya komunikasi.
Hingga terbitlah satu pembicaraan tentang calon anggota keluarga baru yang kelak akan menjadi bagian dari keluarga besar kami. Persiapan demi persiapan rupanya tengah dilangsungkan oleh calon calon yang bersuka, untuk sebuah acara sederhana yang akan digelar. Namun terbersit sebuah kecil penilaian, yang apabila dihembuskan terus menerus akan mengakibatkan satu persepsi yang kurang baik terhadap anggota keluarga, yang baru saja melangkah memasuki gerbang keluarga besar ini.
Sebutlah namanya Dewi, seorang wanita muda yang bekerja untuk pendidikan kedua adiknya. Untuk kebaikan ibundanya yang jauh. Tak terbersit dalam hatinya mempercantik diri untuk sebuah persiapan pernikahan yang tengah ia rangkum bersama pasangannya. Perkenalan demi perkenalan dengan keluarga baru pun baru terjadi beberapa kali, yang tentunya belum bisa menghasilkan satu keakraban yang lepas.
Dibutuhkan satu waktu dimana, kebersamaan itu bisa terjadi, dan komunikasi bisa lebih terbuka terjalin. Namun mengingat kesibukan kedua pasangan, hal ini tentunya cukup membingungkan diantara jadwal jadwal padatnya mempersiapkan diri.
Adakah ini sebuah salah paham?
Adakah ini sebuah ketakutan? Kekhawatiran? atau sebuah ketidaksukaan?
Adalah satu fenomena yang biasa, ketika kita memasuki jenjang keseriusan dalam hubungan, penerimaan pihak keluarga belum tentu bisa membuka diri begitu lebar akan kehadiran satu anggota baru. Sederetan kriteria yang dipasangkan, didasarkan atas kelebihan yang dimiliki oleh putra/putri yang bersangkutan. Sejumlah penilaian minim terhadap calon pasangan pun menjadi alasan yang membingungkan, hingga melebar menjadi satu ketidaknyamanan.
Satu kalimat bijak, berlaku di sini. Don't judge a book by its cover. Tapi apalah arti sebuah buku bila mereka hanya mau melihat sampulnya tanpa sudi membuka lembar demi lembar yang tebal itu.
Sesungguhnya kita adalah sama. Adakah kalimat itu masih berlaku di dunia ini?
Mereka bisa datang menerima kita apa adanya, adakah perlu kita meminta sesuatu yang lebih dari mereka?
Mereka bisa datang membuka diri, mengharapkan keterbukaan yang sama, adakah kita perlu menutup diri dan mengganggap acuh satu niat baik seorang manusia?
Adakah kita sama dengan dia? Ataukah kita sekarang menjadi lebih rendah dengan keangkuhan kita?
Semoga Tuhan membukakan jalan bagi kedua insan yang memiliki niat baik dalam melangsung kehidupan barunya. Sehingga segala persepsi buruk dan prasangka miring bisa terkikis perlahan untuk sesuatu yang tidak essential.
Semoga kebaikan itu, hadir dilandasan hati setiap manusia ..
Di hari hari ketika aku sedang berusaha menanamkan satu kebaikan atas diriku, demi melupakan begitu banyak buah kekecewaan yang pernah kualami, aku menemukan bahwa sebuah kebaikan tak selalu mulus mendarat di landasan hati setiap orang.
Kemarin, aku menelpon seorang kerabat yang lebih senior. Sekedar menanyakan khabar dan aktivitasnya hari ini, merupakan satu hal yang akhir akhir ini sering kulakukan. Me-maintain hubungan silahturahmi sekaligus mendekatkan diri, dari semua kekhawatiran dan prasangka kelabu akibat kurangnya komunikasi.
Hingga terbitlah satu pembicaraan tentang calon anggota keluarga baru yang kelak akan menjadi bagian dari keluarga besar kami. Persiapan demi persiapan rupanya tengah dilangsungkan oleh calon calon yang bersuka, untuk sebuah acara sederhana yang akan digelar. Namun terbersit sebuah kecil penilaian, yang apabila dihembuskan terus menerus akan mengakibatkan satu persepsi yang kurang baik terhadap anggota keluarga, yang baru saja melangkah memasuki gerbang keluarga besar ini.
Sebutlah namanya Dewi, seorang wanita muda yang bekerja untuk pendidikan kedua adiknya. Untuk kebaikan ibundanya yang jauh. Tak terbersit dalam hatinya mempercantik diri untuk sebuah persiapan pernikahan yang tengah ia rangkum bersama pasangannya. Perkenalan demi perkenalan dengan keluarga baru pun baru terjadi beberapa kali, yang tentunya belum bisa menghasilkan satu keakraban yang lepas.
Dibutuhkan satu waktu dimana, kebersamaan itu bisa terjadi, dan komunikasi bisa lebih terbuka terjalin. Namun mengingat kesibukan kedua pasangan, hal ini tentunya cukup membingungkan diantara jadwal jadwal padatnya mempersiapkan diri.
Adakah ini sebuah salah paham?
Adakah ini sebuah ketakutan? Kekhawatiran? atau sebuah ketidaksukaan?
Adalah satu fenomena yang biasa, ketika kita memasuki jenjang keseriusan dalam hubungan, penerimaan pihak keluarga belum tentu bisa membuka diri begitu lebar akan kehadiran satu anggota baru. Sederetan kriteria yang dipasangkan, didasarkan atas kelebihan yang dimiliki oleh putra/putri yang bersangkutan. Sejumlah penilaian minim terhadap calon pasangan pun menjadi alasan yang membingungkan, hingga melebar menjadi satu ketidaknyamanan.
Satu kalimat bijak, berlaku di sini. Don't judge a book by its cover. Tapi apalah arti sebuah buku bila mereka hanya mau melihat sampulnya tanpa sudi membuka lembar demi lembar yang tebal itu.
Sesungguhnya kita adalah sama. Adakah kalimat itu masih berlaku di dunia ini?
Mereka bisa datang menerima kita apa adanya, adakah perlu kita meminta sesuatu yang lebih dari mereka?
Mereka bisa datang membuka diri, mengharapkan keterbukaan yang sama, adakah kita perlu menutup diri dan mengganggap acuh satu niat baik seorang manusia?
Adakah kita sama dengan dia? Ataukah kita sekarang menjadi lebih rendah dengan keangkuhan kita?
Semoga Tuhan membukakan jalan bagi kedua insan yang memiliki niat baik dalam melangsung kehidupan barunya. Sehingga segala persepsi buruk dan prasangka miring bisa terkikis perlahan untuk sesuatu yang tidak essential.
Kita memetik hasil dari bibit yang kita tanam. Bila kita menanam kebaikan, maka kebaikanlah yang akan kita petik ..
Semoga kebaikan itu, hadir dilandasan hati setiap manusia ..
5 Fans Berat:
Setuju nih, siapa yang menanam dia yang menuai
Pondokku
Memang pernikahan sesungguhnya adalah persatuan dua keluarga besar ya? Dan ketidak-cocokan rentan terjadi karena kita semua manusia2 yg unik. Asal pasangan itu bisa menyikapi dengan dewasa, semua pasti akan teratasi. Hope everything will be OK yah..
meskipun akan ada banyak perubahan dalam jenjang kehidupan, tidak ada salahnya kita tidak terlalu berubah, masih asli dan tidak perlu mengada-ngada, daripada salah langkah...
@Mas Erik: sama mas, aku setuju
@Mbak Fanda: thank you mbak .. doain lancar ya?
@ Mas Suryanda: setuju mas. Being yourself is more important, bukan?
@Mbak Reni: Ya mbak, butuh keihklasan untuk bisa menerima kekurangan orang, jangan hanya kelebihan nya saja ... (^o^)
dengan komunikasi, segala persepsi yang membuncah akan mendarat pada tempat landasannya masing-masing dengan selamat tanpa terhalang oleh badai prasangka..
Posting Komentar