2009_05_25 Drama Berdesakan di Kereta


Gambar diambil di sini


Berdesakan, bukan merupakan bagian yang aneh bagi banyak manusia yang melakukan aktivitas. Berdesakan penuh sesak ketika berbelanja di pasar, ketika mengantri, ketika berjalan di arus lintas yang padat ... atau, ketika menaiki satu transportasi umum, seperti kereta api.


Ceritanya ketika itu, aku dan suami berniat melakukan perjalanan menuju Bogor. Iseng iseng nostalgia dengan menggunakan kereta ekonomi AC Jakarta-Bogor. Terbayangkan perjalanan yang panjang dan nyaman. Duduk berdua, bercerita .. atau membaca koran yang dijual dengan harga Rp. 1000-Rp. 1500. Dan aku tertidur disampingnya ... so sweet.


Sore itu, hari jumat merupakan hari terakhir banyak karyawan bekerja dalam rutinitas seminggu. Tentunya mereka berniat hendak pulang, dengan menggunakan kereta yang tak memiliki istilah lampu merah selama perjalanan.
Antrian di stasiun kereta tentu cukup ramai. Bahkan kursi kursi untuk menunggu yang disediakan tampak penuh.


Kami hanya berdiri, hingga kereta yang kami tunggu pun tiba. Kami masih sempat beristirahat di bangku panjang menunggu.
Apa hendak dikata ... penumpang kereta ekonomi AC, yang terbilang tak seramai kereta ekonomi biasa, kali ini nampak berjubel. Beberapa nampak ada yang duduk diatas gerbong. Aku dan suami berpandangan, seakan mengerti sesuatu hal. Yaitu amankan property berharga dalam posisi yang terkendali.


Maklum, suasana begini merupakan sasaran empuk pencopet ria untuk melakukan aksinya. "Lumayan buat week end", mungkin begitu fikir mas pencopet.
Dalam kondisi pintu kereta dibuka, beberapa penumpang berdesakan turun. Diantaranya mempersilahkan penumpang lain untuk turun. Kami pun bergegas masuk. Ups .. posisi kami tepat di sisi pintu. Walau pintu akhirnya tertutup rapat, dan aliran udara cukup bagus untuk segitu banyak penumpang, namun kami tetap saling menjaga.


Stasiun demi stasiun pun berganti. Dan kami berganti posisi, dari sisi pintu hingga ke tengah gerbong. Kami mencari jalur teraman, dimana penumpang datang dan keluar bisa bebas berlalu lalang, tanpa harus menyenggol kami. Padatnya keadaan, tentu saja membuat aku dan suami sedikit tersenyum, disertai brolan dan candaan mengupayakan lelah yang ada, terasa lebih ringan.


Belum aroma tubuh kelelahan, duren *tepatnya es krim duren* menambah kepenatan makin bervariasi.
Seketika kereta menge-rem, dan bahu kami berbenturan dengan bahu bahu orang lain. Wah beruntungnya diriku, di depan suami, dibelakang, dan samping ada beberapa lelaki dengan badan cukup padat. Sehingga ketika kereta berhenti, aku bisa mengandalkan bantalan empuk badan mereka. Karena bagaimanapun itu, tanganku tak bisa mencari pijakan untuk pegangan. Semua sudah tersisi oleh tangan tangan lain yang memegang erat gantungan, yang disediakan oleh kereta.


Tak dinyana, seorang lelaki muda dengan pakaian rapi menyelip diantara aku dan suami. Mataku tertuju pada kantong kantong celana. Tentu saja fikiranku langsung curiga ditengah kepadatan ini, masih ada yang berusaha "nyelip" dan mencari selah kesempatan. Suamiku pun menyadari dirinya mulai didekati lelaki yang mencurigakan.


Mataku tetap awas, walau sesekali aku terlihat bercanda dengan suami.
Hingga di pemberhentian berikutnya, kereta me-rem laju kendaraan, aku segera mengambil posisi yang diselipin lelaki tadi.
Dan ia menyadari bahwa, dirinya mulai terpinggirkan.


Bukan kali ini saja aku berdampingan dengan pencopet pencopet muda. Beberapa kali di busway, aku berdiri berdampingan, walau sasaran tembaknya adalah orang lain. Begitu juga ketika di metromini, aku sempat melihat, tas seorang wanita dibuka dari belakang sekalipun ia tak berhasil mencuri apapun.


Keadaan ini membuatku lebih waspada, namun tetap tenang. Situasi yang panik dapat membuat kita menjadi sasaran empuknya yang baru. Dan melupakan target pasar sebelumnya.


Rupanya, rel kereta api mendapat masalah ketika itu. Kereta ekonomi yang baru saja datang di Depok, memuntahkan banyak penumpang untuk menunggu. Keretanya tak bisa berjalan ... dan semua penumpang mengalihkan perjalanannya menggunakan kereta ekonomi AC, sekalipun ia membeli tiket ekonomi biasa.


Bisa dibayangkan bagaimana kami semakin berdesakan, ketika tiba di stasiun Depok. "Wah, .. biasanya gak begini kok!! Baru kali ini begini lagi .." ujar salah satu penumpang.
Aku berdiri mendekati jendela, di depan para penumpang yang duduk. Lelaki muda yang tadi mencoba mendekat, mulai berpindah posisi. Setidaknya kami merasa lebih aman.


Kereta berlalu tanpa menutup pintu. Sesaknya penumpang yang berdiri bergelantungan, membuat kereta berlari pelan, sampai di stasiun stasiun berikutnya.
Perlahan jumlah penumpang pun berkurang. Aku mendapat tempat duduk, sementara suamiku harus tetap berdiri hingga akhir tujuan. Namun drama desak desakan pun berakhir dengan tenang. Leganya ...


Kapok menggunakan trasportasi umum? Tidak juga ..
Tak ada istilah kapok, bila itu merupakan satu satunya pilihan. Sekalipun masih ada alternatif lain, seperti bus dan angkutan umum kecil lainnya. Namun kereta merupakan salah satu sarana transportasi yang murah meriah, dan cukup dekat dijangkau dari lokasi tempat tinggal.


Toh, drama desak desakan bukan hanya milik dunia transportasi, namun juga milik banyak keragaman aktivitas yang merangkum peminat dalam jumlah yang banyak. Apapun itu, tetap waspada !!
Kesadaran diri sendiri lebih penting ..

3 Fans Berat:

Dunia Polar mengatakan...

ati2 mbak biasanya bnyk copet lo klo brdesak2an, btw untung g ada yg bawa hewan, cz dulu wktu q naek yg ekonomi ac, ada yg bawa ayam euy,huhh...

reni mengatakan...

Wah... petualangan naik kereta ternyata seru juga ya ? Hehehe...
Masih mau mengulangi lagi, mbak ??

si tukang nyampah mengatakan...

biasa naik KRL ekonomi di jakarta, begitu ngerasain naek MRT, sepenuh apapun, tetep berasa SURGA, gyahahahaha